Kamis, 03 September 2015

Gorontalo


Gorontalo
Gorontalo merupakan kota yang terletak di Sulawesi atau biasa di kenal dengan "Hulanthalo"


Warna 
Dalam adat-istiadat Gorontalo, setiap warna memiliki makna atau lambang tertentu. Karena itu, dalam upacara pernikahan masyarakat Gorontalo hanya menggunakan empat warna utama,

yaitu merah, hijau, kuning emas, dan ungu. Warna merah dalam masyarakat adat Gorontalo bermakna keberanian dan tanggung jawab; hijau bermakna kesuburan, kesejahteraan, kedamaian, dan kerukunan; kuning emas bermakna kemuliaan, kesetian, kebesaran, dan kejujuran sedangkan warna ungu bermakna keanggunan dan kewibawaan.


Upacara Adat
Gorontalo memiliki upacara adat yang biasanya di lakukan oleh masyarakat Gorontalo dalam acara terntentu misalnya :
Adati Mo Polihu Lo Limu
Adat ini  ditunjukkan untuk anak perempuan yang menginjak usia 2 tahun dimana seorang anak perempuan tersebut menjalani prosesi mandi kembang yang bercampur lemon atau jeruk dengan tumbuhan harum lainnya dipangkuan ibu yang melahirkan, bermaksud untuk khitanan atau mengkhitankan anak wanita, sebagai bukti keislaman seorang wanita sehingga agenda sakral tersebut yang harus dilalui oleh anak perempuan pada usia balita.

Upacara adat Molonthalo
Molontalo atau raba puru bagi sang istri yang hamil 7 bulan anak pertama, merupakan pra acara adat dalam rangka peristiwa adat kelahiran dan keremajaan. Acara Molonthalo ini merupakan pernyataan dari keluarga pihak suami bahwa kehamilan pertama adalah harapan yang terpenuhi akan kelanjutan turunan dari perkawinan yang syah. Serta merupakan maklumat kepada pihak keluarga kedua belah pihak, bahwa sang istri benar-benar suci dan merupakan dorongan bagi gadis-gadis lainnya untuk menjaga diri dan kehormatannya.



Kerajinan Tangan
Sebagian masyarakat Gorontalo bekerja sebagai pengrajin anyaman, seperti peci anyaman yang terbuat dari kayu keranjang karena sebagian besar warga Gorontalo beragama Muslis dan peci 
tersebut bertuliskan Provinsi Gorontalo.

Makanan Khas Gorontalo 

Makanan Khas Gorontalo
Binte Biluhuta merupakan makanan sejenis masakan sup yang rasanya segar, gurih, sehingga sangat  cocok dinikmati pada saat cuaca dingin, terutama bagi mereka yang sedang flu dan lebih lezat ketika disajikan selagi hangat


Pada masyarakat Gorontalo, Binthe Biluhuta atau yang sering dikenal dengan sebutan “milu siram” merupakan makanan yang sangat unik. Bagi masyarakat Gorontalo, makanan ini bukanlah makanan yang asing, tetepi makanan ini merupakan salah satu daftar makanan yang paling digemari di Gorontalo. Dibeberapa daerah, mungkin jagung bakar atau rebus merupakan makanan camilan malam, tetapi di Gorontalo jika sudah dibuat milu siram, bukan lagi sebagai camilan melainkan termasuk makanan pokok.
Tentang makanan ini, tentu saja ada yang bertanya, jika binthe biluhuta merupakan makanan khas maka pasti cara membuatnya pun sangat mudah. Ya, benar cara membuatnya pun muda dan bahan dasarnya pun gampang didapat apalagi didaerah yang memiliki lahan jagung seperti Gorontalo.

CIRI KHAS GORONTALO :

TUMBILOTOHE


Tumbilotohe berasal dari dua kata, yakni tumbilo yang berarti pasang dan tohe yang berarti lampu. Dengan demikian, tumbilotohe merupakan malam pemasangan lampu dalam rangka menyambut Idul Fitri. Lampu-lampu tersebut mulai dipasang tiga hari sebelum lebaran. Biasanya lampu yang dipasang berupa lampu dari botol atau kaleng bekas yang bersumbu berbahan bakar minyak tanah atau jenis lainnya yang dipasang dengan berbagai bentuk.
Tradisi tumbilotohe ada sejak beberapa abad lalu. Pada saat itu, dimana listrik masih langka, di penghujung bulan Ramadhan masyarakat Gorontalo memasang lampu di halaman rumah dan sepanjang jalan menuju tempat ibadah secara sukarela. Hal ini ditujukan untuk mempermudah warga yang akan pergi ke tempat ibadah dan juga mempermudah warga yang akan membagikan zakat fitrah di malam hari. Lampu yang digunakan masih terbuat dari damar dan getah pohon agar menyala dalam waktu yang lama. Seiring berjalannya waktu, tradisi Tumbilotohetetap bertahan hingga saat ini.
Saat ini tumbilotohe berkembang di berbagai tempat dengan bentuk yang beragam. Tidak hanya rumah warga, tetapi kantor-kantor pemerintahan, lapangan terbuka, jalanan, dan petak-petak sawah juga turut dimeriahkan oleh cahaya lampu. Lampu-lampu tersebut ada yang berbentuk masjid, kaligrafi, dan bentuk menarik lainnya. Lampu yang dipasang tidak hanya lampu minyak tanah, tetapi juga lampu kelap-kelip berbagai warna,pada tahun 2007 tradisi tumbilotohe mendapatkan rekor muri karena lima juta lampu turut menyemarakkan malam tumbilotohe. Selain lampu, beberapa masyarakat juga memasang janur,pohon pisang, dan tebu di gerbang-gerbang bangunan atau di perbatasan desa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar