Gorontalo
Gorontalo merupakan kota yang terletak di Sulawesi atau biasa di kenal dengan "Hulanthalo"
Warna
Dalam adat-istiadat Gorontalo, setiap warna memiliki
makna atau lambang tertentu. Karena itu, dalam upacara pernikahan masyarakat
Gorontalo hanya menggunakan empat warna utama,
yaitu merah, hijau, kuning emas, dan ungu. Warna merah dalam masyarakat adat Gorontalo bermakna keberanian dan tanggung jawab; hijau bermakna kesuburan, kesejahteraan, kedamaian, dan kerukunan; kuning emas bermakna kemuliaan, kesetian, kebesaran, dan kejujuran sedangkan warna ungu bermakna keanggunan dan kewibawaan.
yaitu merah, hijau, kuning emas, dan ungu. Warna merah dalam masyarakat adat Gorontalo bermakna keberanian dan tanggung jawab; hijau bermakna kesuburan, kesejahteraan, kedamaian, dan kerukunan; kuning emas bermakna kemuliaan, kesetian, kebesaran, dan kejujuran sedangkan warna ungu bermakna keanggunan dan kewibawaan.
Upacara Adat
Gorontalo memiliki upacara adat yang biasanya di
lakukan oleh masyarakat Gorontalo dalam acara terntentu misalnya :
Adati Mo Polihu Lo Limu
Adat ini ditunjukkan untuk anak perempuan yang
menginjak usia 2 tahun dimana seorang anak perempuan tersebut menjalani prosesi
mandi kembang yang bercampur lemon atau jeruk dengan tumbuhan harum lainnya
dipangkuan ibu yang melahirkan, bermaksud untuk khitanan atau mengkhitankan
anak wanita, sebagai bukti keislaman seorang wanita sehingga agenda sakral
tersebut yang harus dilalui oleh anak perempuan pada usia balita.
Upacara adat Molonthalo
Molontalo atau raba puru bagi sang istri yang hamil 7
bulan anak pertama, merupakan pra acara adat dalam rangka peristiwa adat
kelahiran dan keremajaan. Acara Molonthalo ini merupakan pernyataan dari
keluarga pihak suami bahwa kehamilan pertama adalah harapan yang terpenuhi akan
kelanjutan turunan dari perkawinan yang syah. Serta merupakan maklumat kepada
pihak keluarga kedua belah pihak, bahwa sang istri benar-benar suci dan
merupakan dorongan bagi gadis-gadis lainnya untuk menjaga diri dan
kehormatannya.
Kerajinan Tangan
Sebagian masyarakat Gorontalo bekerja sebagai
pengrajin anyaman, seperti peci anyaman yang terbuat dari kayu keranjang karena
sebagian besar warga Gorontalo beragama Muslis dan peci
tersebut bertuliskan
Provinsi Gorontalo.
Makanan Khas Gorontalo
Makanan Khas Gorontalo
Binte Biluhuta merupakan
makanan sejenis masakan sup yang rasanya segar, gurih, sehingga sangat
cocok dinikmati pada saat cuaca dingin, terutama bagi mereka yang sedang flu
dan lebih lezat ketika disajikan selagi hangat
Pada masyarakat
Gorontalo, Binthe Biluhuta atau yang sering dikenal dengan sebutan “milu siram”
merupakan makanan yang sangat unik. Bagi masyarakat Gorontalo, makanan ini
bukanlah makanan yang asing, tetepi makanan ini merupakan salah satu daftar
makanan yang paling digemari di Gorontalo. Dibeberapa daerah, mungkin jagung
bakar atau rebus merupakan makanan camilan malam, tetapi di Gorontalo jika
sudah dibuat milu siram, bukan lagi sebagai camilan melainkan termasuk makanan
pokok.
Tentang
makanan ini, tentu saja ada yang bertanya, jika binthe biluhuta merupakan
makanan khas maka pasti cara membuatnya pun sangat mudah. Ya, benar cara
membuatnya pun muda dan bahan dasarnya pun gampang didapat apalagi didaerah
yang memiliki lahan jagung seperti Gorontalo.
CIRI KHAS GORONTALO :
TUMBILOTOHE
Tumbilotohe berasal dari dua kata,
yakni tumbilo yang
berarti pasang dan tohe yang berarti lampu. Dengan
demikian, tumbilotohe merupakan malam pemasangan lampu dalam
rangka menyambut Idul Fitri. Lampu-lampu tersebut mulai dipasang tiga hari
sebelum lebaran. Biasanya lampu yang dipasang berupa lampu dari botol atau
kaleng bekas yang bersumbu berbahan bakar minyak tanah atau jenis lainnya yang
dipasang dengan berbagai bentuk.
Tradisi tumbilotohe ada sejak beberapa abad lalu. Pada
saat itu, dimana listrik masih langka, di penghujung bulan Ramadhan masyarakat
Gorontalo memasang lampu di halaman rumah dan sepanjang jalan menuju tempat
ibadah secara sukarela. Hal ini ditujukan untuk mempermudah warga yang akan
pergi ke tempat ibadah dan juga mempermudah warga yang akan membagikan zakat
fitrah di malam hari. Lampu yang digunakan masih terbuat dari damar dan getah
pohon agar menyala dalam waktu yang lama. Seiring berjalannya waktu, tradisi Tumbilotohetetap
bertahan hingga saat ini.
Saat
ini tumbilotohe berkembang
di berbagai tempat dengan bentuk yang beragam. Tidak hanya rumah warga, tetapi
kantor-kantor pemerintahan, lapangan terbuka, jalanan, dan petak-petak sawah
juga turut dimeriahkan oleh cahaya lampu. Lampu-lampu tersebut ada yang
berbentuk masjid, kaligrafi, dan bentuk menarik lainnya. Lampu yang dipasang
tidak hanya lampu minyak tanah, tetapi juga lampu kelap-kelip berbagai
warna,pada tahun 2007 tradisi tumbilotohe mendapatkan rekor muri karena lima
juta lampu turut menyemarakkan malam tumbilotohe. Selain lampu,
beberapa masyarakat juga memasang janur,pohon pisang, dan tebu di
gerbang-gerbang bangunan atau di perbatasan desa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar